ETOS KERJA (SDM) KRISTEN
By Edward E. Hanock
Etos kerja menurut Jansen Sinamo “perilaku kerja positif yang lahir sebagai buah dari keyakinan dan komitmen total pada paradigma kerja tertentu. Atau (etos kerja) merupakan manifestasi dari keyakinan yang mendalam serta komitmen yang kuat pada nilai-nilai kerja tertentu yang tampak keluar sebagai perilaku kerja yang positif”.
Konteks Nasihat
2 Tesalonika merupakan kelanjutan dari surat yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Jemaat ini sedang menghadapi ajaran sesat di sekitar kedatangan Tuhan Yesus kedua kali ke dunia ini. Ajaran sesat tersebut memberitahukan bahwa kedatangan Tuhan Yesus sudah ada di depan mata. Mereka menetapkan kapan tanggal kedatangannya, persis seperti yang pernah terjadi di Bandung. Pengajar sesat menekankan cukup diam di rumah saja, tidak usah melakukan pekerjaan, seperti biasanya. Diam di rumah dalam artian menantikan kapan mereka diangkat oleh Tuhan. Diam dan diam di rumah menunggu hari “H”-nya!
Kita menyebutnya ajaran sesat, karena Alkitab menyatakan bahwa kedatangan Tuhan Yesus, tidak diketahui seorang pun, kapan persisnya: detik, menit, jam, hari, tanggal, bulan, dan bahkan tahun. Kalau sudah ada ajaran yang tahu persis kapan kedatangan Tuhan Yesus, ajaran tersebut patut kita sebut ajaran sesat! Alkitab hanya mengajarkan kepada kita bahwa “Kristus pasti datang”. Kapan? Tidak tahu? Perlu dicari tahu? Tidak perlu! Mengapa? Karena hanya DIA yang tahu! Apa yang perlu kita lakukan? Waspada, berjaga-jaga. Itu yang diajarkan oleh Alkitab.
Ajaran sesat tersebut begitu mumpuni sehingga “melumpuhkan” sebagian aktivitas jemaat. Sebagian jemaat, ada yang tidak mau bekerja. Mereka hanya diam di rumah. Dari hari ke se-hari, mereka hanya diam saja di rumah. Mereka tidak mau peduli. Melihat situasi ini, Paulus memandang perlu untuk memberikan pemahaman terhadap dua hal: (1) menyangkut kedatangan Tuhan Yesus, dan (2) menyangkut pekerjaan. Saya kira Perjanjian Baru, sudah tuntas mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan Yesus pasti datang. Hanya saja kita tidak tahu kapan waktu tibanya! Dengan demikian saya hanya akan berfokus pada hal kedua yakni “PEKERJAAN”. Sebelum kita melihat etos kerja kristiani, harus dilihat dulu substansi (nilai) dari pekerjaan tersebut.
Subtansi Pekerjaan
Substansi pekerjaan mencakup dua hal: (1) teologis; dan (2) etis. Mungkin ada sebagian orang yang berprinsip bahwa pekerjaan itu hanya terkait dengan urusan “dapur” agar tetap mengepul atau sesuatu yang kita butuhkan untuk memuaskan hasrat kita yang hobi belanja (filosofi: konsumerism). Atau urusan agar terpelihara kelangsungan hidup. Pekerjaan tidak hanya melulu dihubungkan dengan hal tersebut. Dalam Kitab Kejadian 1-2 dijelaskan bahwa segala sesuatu (kebutuhan hidup) telah disediakan oleh Tuhan bagi manusia, tetapi toh manusia masih diperintahkan oleh Tuhan untuk mengelolah taman di mana mereka hidup. Dari sini kita lihat bahwa kerja sebenarnya bukan semata untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalau begitu dari mana muncul perspektif “kerja itu sebagai bagian dari memenuhi kebutuhan hidup?” Setelah manusia jatuh dalam dosa (Kejadian 3). Tuhan menekankan bahwa manusia akan bekerja keras (dengan berpeluh/berkeringat) hanya untuk mencari makanan. Pasca kejatuhan manusia baru muncul perspektif yang umumnya ada di benak kita “kerja untuk menunjang kelangsungan hidup”.
Substansi teologis yang utama dalam pekerjaan adalah merupakan citra Tuhan yang terus bekerja. Allah Tritunggal bekerja (mencipta alam semesta, memberikan nafas hidup bagi manusia, dan seterusnya). Tuhan Yesus (dalam Injil Yohanes) berkata “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, karena itu Akupun bekerja”(Yoh. 5:17). Adalah wajar, kita sebagai gambar-rupa Allah, kita juga bekerja. Kita harus mencerminkan Tuhan yang aktif bekerja.
Subsatansi etis dari pekerjaan adalah pekerjaan melibatkan nilai-nilai etis. Bekerja tidak serampangan. Bekerja melibatkan aspek moralitas, melibatkan rasa tanggung jawab yang kuat. Dalam dunia kerja harus mampu menilai ini pekerjaan “benar” atau “tidak benar”, “halal” atau tidak. Alkitab mengajarkan dua substansi ini, yang kemudian dapat memberikan sejumlah etos kerja Kristen yang kuat.
Etos Kerja yang Alkitabiah
Apakah yang diajarkan Alkitab, secara khusus 2 Tesalonika 3:6-15 dan 1 Korintus 15:10? Etos kerja apakah yang dapat kita petik dari Rasul Paulus? Dalam ayat 7 Paulus berkata “sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu”. Paulus berprofesi sebagai tukang kemah (pembuat tenda), Kisah Para Rasul 18:3. Profesi ini modernnya bisa disejajarkan dengan ahli bangunan (arsitek). Ia menekuni pekerjaan ini, untuk mencukupi pelayananannya. Dengan kata lain Paulus bekerja dengan perspektif untuk atau demi pelayanan. Panggilannya sebagai seorang rasul, tidak membuat dia menutup mata atau arogan lalu berkata bahwa ia tidak perlu lagi bekerja. Atau orang lain harus mensupport dia. Dia tidak meminta orang lain membantunya. Ia sedapat mungkin bekerja untuk mendukung pelayanannya. Paulus memang tidak menolak pemberian jemaat, tetapi itu bukan motivasi utamanya. Ia bekerja dengan tangan sendiri sebagai tukang kemah.
Dalam 1 Korintus 15:10, Paulus memberikan 2 etos kerja seorang Kristen di sini:
Kerja merupakan Anugrah (Grace)
Paulus mampu melihat perspektif yang lain dalam hal pekerjaan. Ia menilai pekerjaannya adalah anugrah (charis, pemberian Tuhan!). Pekerjaan yang diterima dari Tuhan menunjukan bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Pekerjaan yang diberikan Tuhan merupakan suatu kehormatan yang perlu dijaga. Pekerjaan itu merupakan sesuatu yang bernilai. Apa yang sangat menyukakan hati (menggembirakan) ketika kita tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah? Ketika kita tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah maka perilaku kita pun berubah. Kita mungkin memandang remeh pekerjaan kita. Kita mungkin asal-asalan dengan pekerjaan kita. Tetapi lain sekali dengan teladan Paulus. Ia memberikan teladan positif bagi kita. Perspektifnya tidak lagi negatif terhadap pekerjaan. Perilakukanya pun tidak negatif. Ia sedapat mungkin bekerja dengan perspektif positif dan perilaku positif.
Dalam bukunya Etos21: Delapan Etos Kerja Profesional, Jansen Sinamo membeberkan 8 (delapan) etos kerja profesional: (1) kerja adalah rahmat (anugrah, penulis): aku harus bekerja penuh syukur; (2) kerja adalah amanat: aku harus bekerja tuntas penuh integritas; (3) kerja adalah panggilan: aku bekerja benar penuh tanggung jawab; (4) kerja adalah aktualisasi: aku bekerja penuh semangat; (5) kerja adalah ibadah: aku bekerja serius penuh kecintaan; (6) kerja adalah seni: aku bekerja kreatif penuh sukacita; (7) kerja adalah kehormatan: aku bekerja unggul penuh ketekukan; (8) kerja adalah pelayanan: aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.
Saya yakin bahwa beliau menelusuri prinsip-prinsip Alkitab mengenai etos kerja. Sehingga ia menekankan poin pertama dari delapan etos kerja profesional adalah “Kerja merupakan sebuah rahmat Tuhan” Kerja yang merupakan rahmat Tuhan (bahasa Kristennya: anugrah), menghasilkan perilaku positif: aku bekerja penuh syukur. Adakah kita mengucap syukur pada Tuhan, atas pekerjaan yang sudah Tuhan berikan pada kita? Kerja merupakan sebuah Usaha (Effort)Kerja yang diyakini Paulus sebagai anugrah membawanya pada tahap berikutnya: kerja keras—“Aku telah bekerja lebih keras lagi dari mereka semua”. Paulus tidak sama sekali menyombongkan diri ketika ia berkata bahwa ia telah bekerja lebih keras dari siapapun. Karena dalam 1 Korintus 15:9 ia menyatakan bahwa dirinya adalah (1) yang paling hina; dan (2) bukan karena dirinya, melainkan karena kasih karunia. Dari ayat 10 ini kita bisa menilai sosok Paulus yang adalah tipikal pekerja keras sekaligus adalah seorang yang rendah hati. Dalam 2 Korintus 11:27, Paulus berkata “Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur...” Dalam 1 Tesalonika 2:9, “Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang dan malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga, di antara kamu...” Teladan di atas menjadi cerminan bagaimana Paulus mengaktualisasikan pekerjaannya. Ia bekerja keras. Dalam bahasa Yunaninya perisso,teron auvtw/n pa,ntwn evkopi,asa (perissoteron auton panton ekopiasa), artinya aku telah bekerja melampaui batas (berlebihan) lebih dari siapapun. Inilah yang menjadi pergumulan negara-negara berkembang. Artinya etos kerja: kerja keras belum maksimal. Bagaimana bisa membangun bangsa jika SDMnya tidak mau bekerja keras? E.F. Schumacher dalam buknya “Smal is Beautiful” (dikutip dari buku Jansen Sinamo) mengemukakan bahwa pembangunan (bangsa) tidak dimulai benda (barang), tetapi dimulai dengan people (orang) yang mencakup: pendidikannya, organisasinya, dan disiplinnya. Dia mengambil negara-negara yang hancur akibat perang dunia II. Usai perang dunia II, negara-negara yang hancur tersebut, yang sumber daya alamnya sedikit mampu membuat keajaiban ekonomi yang mencengangkan.Pandangan Schumacher ini kemudian ditolak oleh negara-negara berkembang. Negara berkembang lebih memilih teori “lompat katak”, ketimbang mempersiapkan SDM yang siap pakai. Pada akhirnya, ketika krisis ekonomi menerpa sejumlah negara-negara berkembang di Asia Tenggara, negara berkembang kemudian dilanda tragedi yang memilukan.Pada suatu kali, dalam kesempatan berada di Belanda (Mei-Juni 2006), saya pergi ke suatu tempat (bersama teman) di suatu desa yang berada di tepi pantai, Urg. Desa ini dikenal dengan sebutan China-nya orang Belanda. Penduduknya mayoritas nelayan. Yang menarik adalah nilai-nilai kekristenan (ajaran reformasi/protestan) mempengaruhi mereka. Saya menyaksikan mereka sebagai pekerja-pekerja keras. Mereka berprinsip bahwa mereka bekerja untuk Tuhan. Jadi mereka begitu mendedikasikan hidup mereka dalam pekerjaan itu. Sedapat mungkin mereka memberikan yang terbaik. Bagi saya, ini adalah pengalaman yang luar biasa. Mengapa? Karena mereka mampu menciptakan terobosan-terobosan baru yang begitu inovatif dalam kerja mereka.Sebagai SDM Kristen, bagaimanakah etos kerja kita? Apakah kita juga memilih spirit “instan” atau “teori lompat katak” dalam bekerja? Apakah kita sudah bekerja keras dengan penuh integritas diri, dan dengan penuh semangat? Atau apakah semangat kita menjadi kendur? Teladanilah Paulus! Kerja hingga Tuntas (Completeness)Dalam 2 Tesalonika 3:6-15 Paulus begitu prihatin dengan sebagian jemaat yang meninggalkan pekerjaannya. Pekerjaan yang mestinya dituntaskan, malah dibiarkan menggantung. Tidak selesai. Itu sangat disayangkan oleh Paulus. Dalam ayat 11 Paulus katakan “Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna “. Mereka tidak lagi concern pada pekerjaan mereka. Merek bolak-balik atau mondar-mandir, tidak mengerjakan apa yang semestinya mereka kerjakan dan selesaikan. Ini spirit yang jelek. Tidak bisa dicontoh. Menyikapi hal tersebut Paulus katakan “orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya...” (ay. 12). Secara tidak disengaja, pada satu ketika, saya berada di sebuah departemen milik pemerintah. Departemen ini mestinya akan memberikan contoh tentang etos kerja yang baik. Atau paling tidak saya mendapat spirit yang positif. Tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Saya kaget bukan kepalang. Di suatu departemen yang mestinya produktivitas, efektivitas, dan integritas pekerja menjadi teladan, saya tidak menemukan hal itu. Mereka tidak bekerja hingga tuntas. Mereka datang hanya menghabiskan waktu kerja. Setelah habis bulan, terima salary. Sprit uncompleted work (melalaikan, tidak menuntaskan pekerjaan) mewabah dan menular dengan hebat di negara-negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Siapakah yang menjadi teladan kita yang pas untuk etos kerja: kerja hingga tuntas? Yang menjadi teladan kita adalah Tuhan Yesus Kristus. Ia menuntaskan pekerjaan yang ditugaskan Bapa-Nya. Ia berkata “Sudah selesai—tetelestai” (Yoh. 19:30). Ia menyelesaikan tugas yang maha berat itu dengan baik, hingga tuntas! Inilah yang mengispirasi Paulus. Ia pun bekerja tidak tanggung-tanggung, hingga tuntas. Bagaimana dengan kita?
http://www.sabdaspace.org/etos_kerja_sdm_kristen
Etos kerja menurut Jansen Sinamo “perilaku kerja positif yang lahir sebagai buah dari keyakinan dan komitmen total pada paradigma kerja tertentu. Atau (etos kerja) merupakan manifestasi dari keyakinan yang mendalam serta komitmen yang kuat pada nilai-nilai kerja tertentu yang tampak keluar sebagai perilaku kerja yang positif”.
Konteks Nasihat
2 Tesalonika merupakan kelanjutan dari surat yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Jemaat ini sedang menghadapi ajaran sesat di sekitar kedatangan Tuhan Yesus kedua kali ke dunia ini. Ajaran sesat tersebut memberitahukan bahwa kedatangan Tuhan Yesus sudah ada di depan mata. Mereka menetapkan kapan tanggal kedatangannya, persis seperti yang pernah terjadi di Bandung. Pengajar sesat menekankan cukup diam di rumah saja, tidak usah melakukan pekerjaan, seperti biasanya. Diam di rumah dalam artian menantikan kapan mereka diangkat oleh Tuhan. Diam dan diam di rumah menunggu hari “H”-nya!
Kita menyebutnya ajaran sesat, karena Alkitab menyatakan bahwa kedatangan Tuhan Yesus, tidak diketahui seorang pun, kapan persisnya: detik, menit, jam, hari, tanggal, bulan, dan bahkan tahun. Kalau sudah ada ajaran yang tahu persis kapan kedatangan Tuhan Yesus, ajaran tersebut patut kita sebut ajaran sesat! Alkitab hanya mengajarkan kepada kita bahwa “Kristus pasti datang”. Kapan? Tidak tahu? Perlu dicari tahu? Tidak perlu! Mengapa? Karena hanya DIA yang tahu! Apa yang perlu kita lakukan? Waspada, berjaga-jaga. Itu yang diajarkan oleh Alkitab.
Ajaran sesat tersebut begitu mumpuni sehingga “melumpuhkan” sebagian aktivitas jemaat. Sebagian jemaat, ada yang tidak mau bekerja. Mereka hanya diam di rumah. Dari hari ke se-hari, mereka hanya diam saja di rumah. Mereka tidak mau peduli. Melihat situasi ini, Paulus memandang perlu untuk memberikan pemahaman terhadap dua hal: (1) menyangkut kedatangan Tuhan Yesus, dan (2) menyangkut pekerjaan. Saya kira Perjanjian Baru, sudah tuntas mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan Yesus pasti datang. Hanya saja kita tidak tahu kapan waktu tibanya! Dengan demikian saya hanya akan berfokus pada hal kedua yakni “PEKERJAAN”. Sebelum kita melihat etos kerja kristiani, harus dilihat dulu substansi (nilai) dari pekerjaan tersebut.
Subtansi Pekerjaan
Substansi pekerjaan mencakup dua hal: (1) teologis; dan (2) etis. Mungkin ada sebagian orang yang berprinsip bahwa pekerjaan itu hanya terkait dengan urusan “dapur” agar tetap mengepul atau sesuatu yang kita butuhkan untuk memuaskan hasrat kita yang hobi belanja (filosofi: konsumerism). Atau urusan agar terpelihara kelangsungan hidup. Pekerjaan tidak hanya melulu dihubungkan dengan hal tersebut. Dalam Kitab Kejadian 1-2 dijelaskan bahwa segala sesuatu (kebutuhan hidup) telah disediakan oleh Tuhan bagi manusia, tetapi toh manusia masih diperintahkan oleh Tuhan untuk mengelolah taman di mana mereka hidup. Dari sini kita lihat bahwa kerja sebenarnya bukan semata untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kalau begitu dari mana muncul perspektif “kerja itu sebagai bagian dari memenuhi kebutuhan hidup?” Setelah manusia jatuh dalam dosa (Kejadian 3). Tuhan menekankan bahwa manusia akan bekerja keras (dengan berpeluh/berkeringat) hanya untuk mencari makanan. Pasca kejatuhan manusia baru muncul perspektif yang umumnya ada di benak kita “kerja untuk menunjang kelangsungan hidup”.
Substansi teologis yang utama dalam pekerjaan adalah merupakan citra Tuhan yang terus bekerja. Allah Tritunggal bekerja (mencipta alam semesta, memberikan nafas hidup bagi manusia, dan seterusnya). Tuhan Yesus (dalam Injil Yohanes) berkata “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, karena itu Akupun bekerja”(Yoh. 5:17). Adalah wajar, kita sebagai gambar-rupa Allah, kita juga bekerja. Kita harus mencerminkan Tuhan yang aktif bekerja.
Subsatansi etis dari pekerjaan adalah pekerjaan melibatkan nilai-nilai etis. Bekerja tidak serampangan. Bekerja melibatkan aspek moralitas, melibatkan rasa tanggung jawab yang kuat. Dalam dunia kerja harus mampu menilai ini pekerjaan “benar” atau “tidak benar”, “halal” atau tidak. Alkitab mengajarkan dua substansi ini, yang kemudian dapat memberikan sejumlah etos kerja Kristen yang kuat.
Etos Kerja yang Alkitabiah
Apakah yang diajarkan Alkitab, secara khusus 2 Tesalonika 3:6-15 dan 1 Korintus 15:10? Etos kerja apakah yang dapat kita petik dari Rasul Paulus? Dalam ayat 7 Paulus berkata “sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu”. Paulus berprofesi sebagai tukang kemah (pembuat tenda), Kisah Para Rasul 18:3. Profesi ini modernnya bisa disejajarkan dengan ahli bangunan (arsitek). Ia menekuni pekerjaan ini, untuk mencukupi pelayananannya. Dengan kata lain Paulus bekerja dengan perspektif untuk atau demi pelayanan. Panggilannya sebagai seorang rasul, tidak membuat dia menutup mata atau arogan lalu berkata bahwa ia tidak perlu lagi bekerja. Atau orang lain harus mensupport dia. Dia tidak meminta orang lain membantunya. Ia sedapat mungkin bekerja untuk mendukung pelayanannya. Paulus memang tidak menolak pemberian jemaat, tetapi itu bukan motivasi utamanya. Ia bekerja dengan tangan sendiri sebagai tukang kemah.
Dalam 1 Korintus 15:10, Paulus memberikan 2 etos kerja seorang Kristen di sini:
Kerja merupakan Anugrah (Grace)
Paulus mampu melihat perspektif yang lain dalam hal pekerjaan. Ia menilai pekerjaannya adalah anugrah (charis, pemberian Tuhan!). Pekerjaan yang diterima dari Tuhan menunjukan bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang dipercayakan oleh Tuhan kepadanya. Pekerjaan yang diberikan Tuhan merupakan suatu kehormatan yang perlu dijaga. Pekerjaan itu merupakan sesuatu yang bernilai. Apa yang sangat menyukakan hati (menggembirakan) ketika kita tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah? Ketika kita tahu bahwa pekerjaan adalah anugrah maka perilaku kita pun berubah. Kita mungkin memandang remeh pekerjaan kita. Kita mungkin asal-asalan dengan pekerjaan kita. Tetapi lain sekali dengan teladan Paulus. Ia memberikan teladan positif bagi kita. Perspektifnya tidak lagi negatif terhadap pekerjaan. Perilakukanya pun tidak negatif. Ia sedapat mungkin bekerja dengan perspektif positif dan perilaku positif.
Dalam bukunya Etos21: Delapan Etos Kerja Profesional, Jansen Sinamo membeberkan 8 (delapan) etos kerja profesional: (1) kerja adalah rahmat (anugrah, penulis): aku harus bekerja penuh syukur; (2) kerja adalah amanat: aku harus bekerja tuntas penuh integritas; (3) kerja adalah panggilan: aku bekerja benar penuh tanggung jawab; (4) kerja adalah aktualisasi: aku bekerja penuh semangat; (5) kerja adalah ibadah: aku bekerja serius penuh kecintaan; (6) kerja adalah seni: aku bekerja kreatif penuh sukacita; (7) kerja adalah kehormatan: aku bekerja unggul penuh ketekukan; (8) kerja adalah pelayanan: aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.
Saya yakin bahwa beliau menelusuri prinsip-prinsip Alkitab mengenai etos kerja. Sehingga ia menekankan poin pertama dari delapan etos kerja profesional adalah “Kerja merupakan sebuah rahmat Tuhan” Kerja yang merupakan rahmat Tuhan (bahasa Kristennya: anugrah), menghasilkan perilaku positif: aku bekerja penuh syukur. Adakah kita mengucap syukur pada Tuhan, atas pekerjaan yang sudah Tuhan berikan pada kita? Kerja merupakan sebuah Usaha (Effort)Kerja yang diyakini Paulus sebagai anugrah membawanya pada tahap berikutnya: kerja keras—“Aku telah bekerja lebih keras lagi dari mereka semua”. Paulus tidak sama sekali menyombongkan diri ketika ia berkata bahwa ia telah bekerja lebih keras dari siapapun. Karena dalam 1 Korintus 15:9 ia menyatakan bahwa dirinya adalah (1) yang paling hina; dan (2) bukan karena dirinya, melainkan karena kasih karunia. Dari ayat 10 ini kita bisa menilai sosok Paulus yang adalah tipikal pekerja keras sekaligus adalah seorang yang rendah hati. Dalam 2 Korintus 11:27, Paulus berkata “Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur...” Dalam 1 Tesalonika 2:9, “Sebab kamu masih ingat, saudara-saudara, akan usaha dan jerih lelah kami. Sementara kami bekerja siang dan malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapapun juga, di antara kamu...” Teladan di atas menjadi cerminan bagaimana Paulus mengaktualisasikan pekerjaannya. Ia bekerja keras. Dalam bahasa Yunaninya perisso,teron auvtw/n pa,ntwn evkopi,asa (perissoteron auton panton ekopiasa), artinya aku telah bekerja melampaui batas (berlebihan) lebih dari siapapun. Inilah yang menjadi pergumulan negara-negara berkembang. Artinya etos kerja: kerja keras belum maksimal. Bagaimana bisa membangun bangsa jika SDMnya tidak mau bekerja keras? E.F. Schumacher dalam buknya “Smal is Beautiful” (dikutip dari buku Jansen Sinamo) mengemukakan bahwa pembangunan (bangsa) tidak dimulai benda (barang), tetapi dimulai dengan people (orang) yang mencakup: pendidikannya, organisasinya, dan disiplinnya. Dia mengambil negara-negara yang hancur akibat perang dunia II. Usai perang dunia II, negara-negara yang hancur tersebut, yang sumber daya alamnya sedikit mampu membuat keajaiban ekonomi yang mencengangkan.Pandangan Schumacher ini kemudian ditolak oleh negara-negara berkembang. Negara berkembang lebih memilih teori “lompat katak”, ketimbang mempersiapkan SDM yang siap pakai. Pada akhirnya, ketika krisis ekonomi menerpa sejumlah negara-negara berkembang di Asia Tenggara, negara berkembang kemudian dilanda tragedi yang memilukan.Pada suatu kali, dalam kesempatan berada di Belanda (Mei-Juni 2006), saya pergi ke suatu tempat (bersama teman) di suatu desa yang berada di tepi pantai, Urg. Desa ini dikenal dengan sebutan China-nya orang Belanda. Penduduknya mayoritas nelayan. Yang menarik adalah nilai-nilai kekristenan (ajaran reformasi/protestan) mempengaruhi mereka. Saya menyaksikan mereka sebagai pekerja-pekerja keras. Mereka berprinsip bahwa mereka bekerja untuk Tuhan. Jadi mereka begitu mendedikasikan hidup mereka dalam pekerjaan itu. Sedapat mungkin mereka memberikan yang terbaik. Bagi saya, ini adalah pengalaman yang luar biasa. Mengapa? Karena mereka mampu menciptakan terobosan-terobosan baru yang begitu inovatif dalam kerja mereka.Sebagai SDM Kristen, bagaimanakah etos kerja kita? Apakah kita juga memilih spirit “instan” atau “teori lompat katak” dalam bekerja? Apakah kita sudah bekerja keras dengan penuh integritas diri, dan dengan penuh semangat? Atau apakah semangat kita menjadi kendur? Teladanilah Paulus! Kerja hingga Tuntas (Completeness)Dalam 2 Tesalonika 3:6-15 Paulus begitu prihatin dengan sebagian jemaat yang meninggalkan pekerjaannya. Pekerjaan yang mestinya dituntaskan, malah dibiarkan menggantung. Tidak selesai. Itu sangat disayangkan oleh Paulus. Dalam ayat 11 Paulus katakan “Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna “. Mereka tidak lagi concern pada pekerjaan mereka. Merek bolak-balik atau mondar-mandir, tidak mengerjakan apa yang semestinya mereka kerjakan dan selesaikan. Ini spirit yang jelek. Tidak bisa dicontoh. Menyikapi hal tersebut Paulus katakan “orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya...” (ay. 12). Secara tidak disengaja, pada satu ketika, saya berada di sebuah departemen milik pemerintah. Departemen ini mestinya akan memberikan contoh tentang etos kerja yang baik. Atau paling tidak saya mendapat spirit yang positif. Tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Saya kaget bukan kepalang. Di suatu departemen yang mestinya produktivitas, efektivitas, dan integritas pekerja menjadi teladan, saya tidak menemukan hal itu. Mereka tidak bekerja hingga tuntas. Mereka datang hanya menghabiskan waktu kerja. Setelah habis bulan, terima salary. Sprit uncompleted work (melalaikan, tidak menuntaskan pekerjaan) mewabah dan menular dengan hebat di negara-negara berkembang, tidak terkecuali di Indonesia. Siapakah yang menjadi teladan kita yang pas untuk etos kerja: kerja hingga tuntas? Yang menjadi teladan kita adalah Tuhan Yesus Kristus. Ia menuntaskan pekerjaan yang ditugaskan Bapa-Nya. Ia berkata “Sudah selesai—tetelestai” (Yoh. 19:30). Ia menyelesaikan tugas yang maha berat itu dengan baik, hingga tuntas! Inilah yang mengispirasi Paulus. Ia pun bekerja tidak tanggung-tanggung, hingga tuntas. Bagaimana dengan kita?
http://www.sabdaspace.org/etos_kerja_sdm_kristen
Comments