Iman mengalahkan ketakutan

'Sebentar lagi tahun Macan Api,.. hati-hati dalam berbisnis...' Itu celetukan singkat mama mertua di rumahnya pada sore ini. Sesuatu yang tidak baru bagi saya setiap kali kita menjelang atau memasuki tahun baru Cina. Memang karena dilahirkan dalam lingkungan keluarga Tionghoa, maka segala sesuatu adat Tionghoa senantiasa melekat dalam kehidupan kami.

Salah satunya adalah apa yang harus diketahui tentang tahun yang akan datang. Seolah tidak mencermati pemakaian tahun Masehi yang selama ini dijalani, tahun kalender China juga seringkali menjadi perhatian penting. Khususnya, bagi keluarga-keluarga yang masih sangat percaya tentang hal ini.

Kemudian, saya jadi ingat refleksi singkat saya setahun lalu, dimana kami akan memasuki tahun baru Cina pada tahun lalu. Yang selalu terngiang itu, 'ini tahun sial bagi Kuda'.. Dan seolah memang benar jadi sial sepanjang tahun itu. Kemudian ada lagi 'ini tahun yang jelek bagi Macan'.. dan seolah saya hidup penuh dengan kejelekan sepanjang tahun ini.

Akh, sekarang saya tahu. Ternyata dibalik semua perhitungan rumit, peraturan jelimet tentang ini dan itu, ada yang dipermainkan di sini, yaitu harapan bagaimana kita hidup dalam hari dan tahun yang dimaksud.

Oleh karena itulah, saya sekarang tidak terlalu pusing dengan ini dan itu, karena ternyata faktor tekanan ekonomilah yang membuat usaha saya tidak maksimal seperti tahun sebelumnya, tapi toh setelah kami evaluasi, kami sungguh bertahan, tidak kekurangan makan, kami masih bisa hidup, bahkan di tempat kami bekerja seolah semua berjalan biasa, dan tidak kami rasakan kesialan dan kendala seperti yang diramalkan awal tahun lalu. Yang kami pahami setelah evaluasi tahunan kami bahwa kami ada masa-masa sulit, tapi lebih berhubungan dengan faktor eksternal, dimana tidak hanya kami, tapi semua perusahaan memasuki masa-masa itu. Dan kami bersyukur dapat melalui nya.

Kemudian, ini awal tahun baru, dimana harapan kami dibina, ditata, oleh karena itu, kami senantiasa mengharapkan yang terbaik dari Tuhan. Saya membuka kembali buku usang saya berjudul 'Mengatur Keuangan dengan Bijak'. Buku yang saya beli di tahun 1998, dimana saya sedang mengalami tekanan keuangan yang juga sangat berat. Buku ini menolong saya mengingat beberapa hal kembali. Saya cuplik dibawah ini.

Lawan dari ketakutan adalah iman. Oleh karena itu, apabila hendak melawan ketakutan, seseorang harus memahami dahulu apakah iman itu. Dalam pemahaman Kristen, kitab Ibrani menjelaskan iman sebagai hal-hal yang kita harapkan dan bukti dari hal-hal yang tidak kita lihat pada saat ini. Oleh karenanya, apabila kita tidak mempunyai kebutuhan apa-apa, kita pun tidak memerlukan iman.

Memang sudah menjadi rencana Allah bahwa kita mempunyai beberapa kebutuhan supaya kita dapat mengembangkan iman kita kepada Nya. Jadi, sangatlah penting bahwa kita melihat kebutuhan masa depan itu sebagai kesempatan untuk melatih dan mengembangkan iman kita.

Lihat, ada hubungan yang sangat menarik antara iman dan kebutuhan kita. Padahal selama ini kita terjebak dalam ketakutan kita (umumnya ketakutan ekonomi, karena Tuhan memelihara kita sehingga kita tidak mengalami ketakutan fisik). Karena adanya kebutuhan, kita butuh ini dan itu, dan semua ujung-ujungnya uang, dan kembali kepada ujungnya apakah kita bekerja atau berusaha. Dengan adanya kebutuhan, maka kita berharap. Dan harapan kita ini biasanya kita pikirkan beberapa, kita bikin point-point penting. Dan kita berharap kepada siapa? Kita tidak bisa berharap pada diri sendiri, berharap atas belas kasihan orang terus, tetapi ada yang menjadi batu harapan kita, yaitu sang pemilik hidup kita, Tuhan kita. Harapan-harapan ini menimbulkan doa. Doa yang senantiasa, terus menerus, meminta dan mengharap dan bersyukur. Doa ini membuat kita rajin, bukan hanya karena jadi rajin meminta kepada Tuhan, tetapi yang lebih penting, melihat apakah yang kita harapkan, yang kita minta, dan membandingkannya dengan jawaban yang kita terima, jawaban Tuhan, bukti-bukti jawaban Tuhan. Saya tahu, tidak semua harapan saya menjadi kenyataan, tapi dibandingkan dengan yang tidak dijawab, saya bersyukur, banyak doa-doa saya yang dijawab Tuhan. Dan ini semua sedikit banyak menimbulkan kerajinan dalam diri saya. Harapan dan Bukti inilah iman. Harapan kepada Tuhan, bukti dari Tuhan yang kita rasakan, inilah iman. Dan dengan iman inilah, saya dan kita semua diajak kembali untuk mengingat dan senantiasa bersyukur.

Sudahkah kita lihat siklus nya?

harapan -> doa -> bukti -> iman -> harapan

Dengan adanya siklus ini, maka segala ketakutan kita, kekuatiran kita berubah bentuknya menjadi kebutuhan. Takut akan tidak makan besok khan sama dengan kebutuhan uang. Takut akan masa depan besok sama dengan kebutuhan masa depan kita. Tinggal kita mengkonversikan saja khan, hanya memiliki perbedaan dari pemikiran negatif kita pindahkan ke pemikiran positif.

Dengan iman, kita mengalahkan ketakutan. Nah, biasanya yang sering menjadi pertanyaan kita bersama, apakah kita sungguh-sungguh beriman kepada sang pemilik hidup? Saya mengajak kita bersama memasuki hari-hari hidup kita dengan beriman, dimana ketakutan kita ubah menjadi kebutuhan kita menjadi harapan kita, kita bawa dalam doa dan permohonan kita, kita lihat jawaban dan buktinya, dan kembali kita
berharap, demikian seterusnya. Maka niscaya, kita tidak perlu gentar menghadapi hidup ini.

Comments

Popular posts from this blog

Guru Palsu