WAKTU KEKINIAN

Mengapa kita harus peka terhadap waktu kekinian?

Seorang yang tidak peka terhadap kekinian tidak mungkin realistis.
Ia tidak mungkin bekerja dengan baik dalam sistem atau kelembagaan.
Peka terhadap kekinian senantiasa membuat kita siap menghadapi
tantangan.

Keberhasilan Raja Daud sebagai pemimpin ditentukan oleh kepekaannya
terhadap kekinian. Tidak dapat disangkal bahwa ia juga belajar dari
masa lampaunya dan melalui sejarah bangsa Israel. Tetapi yang
terpenting dari pelajaran masa lampaunya ialah pertobatan ketika ia
gagal dalam hidup pribadi dengan seorang wanita. Hal tersebut
mendorong dia lebih peka terhadap kekiniannya. Ia datang dalam
kekinian dan mengaku kepada Allah Bapa-Nya bahwa ia telah berdosa.
Bahkan dalam Mazmur 51, ia berdoa: "Tuhan, kalau Engkau mau ambil
semua yang lain, tetapi satu hal aku minta, jangan Engkau mengambil
Roh-Mu dari padaku." Menyadari keberadaannya dalam kekinian, penting
baginya untuk maju. Karena ia senantiasa peka terhadap kekinian, ia
juga dapat menempatkan diri dalam kontrol Tuhan, di bawah pengurapan
dan pimpinan-Nya.

Kalau sebagai pemimpin kita tidak peka terhadap kekinian, pasti kita
akan kehilangan banyak kesempatan. Atau kesempatan datang pada saat
kita lengah, akibatnya kita tidak dapat memakai kesempatan itu.
Izinkan saya bertanya kepada para pemimpin: "Apakah Saudara peka
terhadap kekinian Saudara? Jangan kita bergantung pada masa lalu,
apalagi kalau kita pernah gagal. Bangkitlah dari kegagalan untuk
menyadari kekinian dan masuk di dalamnya. Seperti Raja Daud yang
menang terhadap tantangan, kita juga dapat memasuki tantangan itu
dengan kemenangan Tuhan.

Dalam sejarah gereja, ada dua faktor yang terdapat dalam pengertian
kekinian.

1) Kesempatan pintu terbuka bagi pekabaran Injil.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, kita boleh bersyukur bahwa
faktor pintu terbuka telah memungkinkan perkembangan pemberitaan
Injil di Indonesia sampai sekarang.

2) Kesempatan pintu tertutup.
Kita masih dalam kekinian. Tetapi kesempatan pertama sudah
berlalu. Salah satu contoh dalam hal ini ialah apa yang terjadi
dalam kehidupan Musa sebagai pemimpin Israel. Musa kurang peka
terhadap kekiniannya. Ia bersandar kepada laporan orang lain.
Akibatnya, ia tidak diperkenankan masuk ke tanah Kanaan.

Dalam Ulangan 1 dan Bilangan 13, Tuhan Allah berfirman kepada
Musa, "Masuklah ke Tanah Kanaan! Aku memberikannya kepadamu
sekarang." Tapi Musa tidak menerimanya dengan iman, ia tidak
memeluk janji Tuhan itu. Sekarang ia kehilangan kesempatan. Pada
saat Musa memanggil suku Israel, mereka mengadakan konferensi
yang menghasilkan orang yang akan diutus untuk menyelidiki tanah
Kanaan. Tetapi tidak semua orang yang diutus itu orang beriman.
Mereka kembali dan melaporkan:

"Tanah itu penuh madu dan susu, tapi tentaranya besar dan orang-
orangnya perkasa. Karena itu kita tidak masuk ke dalamnya."

Saudara, karena Musa berkompromi dengan orang yang tidak beriman
maka ia kehilangan kesempatan pada kekiniannya. Sementara Saudara
membaca buku ini, berdoalah! Minta kepada Tuhan agar Ia
membukakan rahasia-Nya dalam kekinian dan Saudara masuk dalam
kesempatan itu tanpa terlambat. Jangan sampai Saudara menyesal
dan berkata: "Saya menyesal karena waktu pintu terbuka saya tidak
masuk."

1. Pengertian Dasar Menghadapi Kekinian

Menghadapi dunia yang sedang berputar ini, ada tiga pengertian dasar
yang penting diperhatikan!

a. Kita tidak dapat hidup dalam angan-angan masa lalu.
Pengalaman dan sejarah masa lampau hanya perlu menolong kita
dalam mengerti kekinian. Tetapi cara menganalisa situasi kekinian
dan dunia kekinian tidak boleh seperti tempo dulu.

b. Kita tidak boleh hidup dalam dunia impian, seolah-olah tidak
berdiri di bumi.
Tentang masa depan yang indah dan penuh bahagia, tidak boleh
hanya "bermimpi" tanpa masuk dan ambil bagian di dalam kekinian.
Tanpa usaha yang sungguh-sungguh, masa depan yang bahagia
hanyalah sesuatu bayangan yang kosong.

Tidak bisa mengharapkan Indonesia menjadi negara yang makmur,
adil, dan sejahtera kalau masyarakatnya tidak ambil bagian dalam
perjuangan bersama pemerintahnya membangun negara Indonesia.
Demikian pula dalam pelayanan dan pekerjaan Tuhan, tidak cukup
hanya berdoa dan menantikan Tuhan bekerja sendiri. Melainkan
harus masuk dan ambil bagian dalam pekerjaan-Nya secara
sungguh-sungguh. Karena itu, mengharapkan masa depan yang indah
tanpa usaha yang sungguh-sungguh merebutnya adalah sikap yang
pincang.

c. Menyadari kekinian.
Sikap yang tepat ialah menyadari kekinian, yaitu saat sekarang
dan di mana tempat saya berada. Dalam gerak maju dunia yang cepat
dan membawa perubahan mendasar, di situlah saya berada.

Menghadapi dunia dalam segala pergolakannya sangat memengaruhi
semua segi kehidupan manusia. Oleh karena itu, kita harus
menyadari kekinian di sini dan memasukinya dengan iman. Kita
benar-benar berpacu dengan kesempatan dan tantangan. Karena itu,
Tuhan menempatkan kita sebagai orang beriman untuk memilih sikap
yang tepat.

2. Sikap Dasar Menghadapi Kekinian

Dalam menghadapi waktu kekinian, ada tiga sikap manusia yang perlu
kita ketahui sehubungan dengan pengertian dasar di atas:

a. Sikap tidak peduli.
Sikap ini ialah sikap orang yang masa bodoh terhadap segala
sesuatu yang sedang terjadi di dunia. Ada pemimpin lembaga
gerejawi dan pemimpin Kristen lainnya yang kurang peduli terhadap
perkembangan politik, sosial budaya, maupun perkembangan ekonomi
bangsa. Memang tugas utama kita melayani jiwa, membawa mereka
kepada Tuhan. Tetapi sebagai pemimpin, tidak benar kalau kita
tidak mempelajari dan berusaha mengerti segala perubahan yang
terjadi dan berpartisipasi dalam pembangunan manusia seutuhnya.
Sikap yang tidak peduli membuat pemimpin-pemimpin Kristen
tercecer. Mereka tidak dapat turut serta dalam perkembangan yang
sedang berlangsung. Itulah sebabnya para pemimpin dituntut agar
masuk dalam percaturan dunia dengan berdiri pada satu jarak
tertentu agar dapat secara objektif bertindak sebagai orang yang
dipanggil Tuhan dengan tugas kenabian di tengah-tengah dunia.

b. Sikap ikut-ikutan.
Yakni sikap yang tenggelam dalam situasi dunia. Ada pemimpin
lembaga gereja tenggelam dalam dunia politik sehingga ia
kehilangan identitas sebagai hamba Tuhan dan pemimpin rohani.
Orang yang ikut-ikutan akan kehilangan identitas, sebab ia
tenggelam dalam arus dunia. Sikap seperti ini tidak layak menjadi
pemimpin rohani. Sikap yang tepat ialah sikap berdiri dalam
terang Injil Yesus Kristus dan dari sini dapat mengikuti
perkembangan dunia, dapat menilai liku-liku hidup manusia dalam
arus perubahan dunia yang serba cepat.

c. Sikap positif.
Yaitu sikap yang dapat membawa kita kepada empat langkah yang
tepat dalam menghadapi dunia ini.

1) Sikap Iman atau Sikap Positif (Rm. 8:28)

Kita percaya segala sesuatu bekerja bersama-sama untuk
mendatangkan kebajikan bagi orang yang mengasihi Tuhan. Jadi
sikap ini memandang positif terhadap perkembangan dunia. Kita
percaya bahwa Allah membawa kita melalui segala pergolakan dunia
kepada sikap yang lebih mengasihi Allah dan orang berdosa.

Yang terpenting ialah karena kita mengasihi Tuhan dan
pekerjaan-Nya yang dipercayakan kepada kita, maka Ia membawa kita
kepada jalan ke luar yang terbaik. Kalau kita percaya Allah
menguasai dan mengontrol sejarah, maka apa pun yang terjadi, pada
akhirnya akan menyatakan kuasa kebajikan Allah dan membawa
kebajikan itu pula kepada hidup manusia.

2) Sikap Kreatif (Yoh. 9:4)

Firman Tuhan berkata: "Bekerja selama waktu masih siang". Bekerja
karena Tuhan sedang membuka kesempatan. Juga di dalam Ef. 2:10,
"masuk dalam pekerjaan yang Tuhan persiapkan terlebih dahulu".
Untuk mendorong kita lebih kreatif, sebagai pemimpin kita perlu
memiliki sikap hati sebagai berikut.

a) Meyakini bahwa pekerjaan itu berasal dari Tuhan.
Maksudnya: bagi Saudara yang bekerja sebagai pemimpin
pekerjaan Tuhan, pertama kali harus menyadari bahwa itulah
pekerjaan yang Tuhan siapkan bagi Saudara. Bukan Saudara yang
memilihnya, melainkan Tuhan sendiri yang memilih Saudara.
Adakah Saudara meyakini pilihan itu dalam pekerjaan yang
Saudara pimpin sekarang? Kalau tidak, Saudara akan mudah
diombang-ambingkan oleh arus yang berusaha melanda hidup
Saudara.

b) Memakai sarana yang ada secara efektif (Luk. 19:13).
Kreativitas kita ialah berdasarkan firman Tuhan yang
mengatakan, "Pakailah mina ini sampai Aku datang kembali."
Bekerja sampai Yesus datang kembali, sampai langit dan bumi
baru datang.

Kita bekerja seakan-akan tahu bahwa dunia tidak akan kiamat.
Dengan kata lain, kita bekerja sambil menyadari bahwa Allah
yang menguasai kosmos, Allah yang menguasai 24 jam perputaran
bumi terus-menerus. Dengan demikian, kita telah bekerja
berdasarkan iman memasuki langit dan bumi yang baru.

d. Sikap kritis (Ef. 5: 10).
"dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan". Melalui ayat ini,
Tuhan telah memberikan kepada kita satu barometer untuk mengukur
semua kejadian di dunia ini, yaitu firman Tuhan dan pimpinan Roh
Kudus.

Dalam urapan Roh Kudus yang terus-menerus, kita percaya Tuhan
membuka pengertian kita terhadap situasi dunia yang sedang
berlangsung. Sebagaimana Tuhan memanggil Yehezkiel dan berkata;
"bukalah mulutmu, makanlah gulungan surat yang Aku berikan
kepadamu, lalu pergilah kepada bangsa ini dan berkata:

"Seorang nabi ada ditengah-tengah bangsa ini sedang berbicara
kepada bangsa yang membelot dan murtad ini." (Yeh. 2-3)

Wibawa yang Tuhan berikan kepada Yehezkiel ialah wibawa rohani.
Ini membuat Yehezkiel dapat berbicara kepada bangsanya sebagai
seorang nabi. Ia dapat menganalisa situasi dan hidup bangsa itu.
Ia berdiri pada satu jarak tertentu sehingga ia dapat melihat
dunia ini. Terang Tuhan membuat kita dapat melihat dan menilai
dunia dan segala fenomena yang ada. "Ujilah", kata perintah
Tuhan. Ujilah hal-hal yang berkenan kepada Tuhan.

Sekarang ini, dunia sedang menantikan suara kenabian dari seorang
pemimpin yang rohani. Yaitu suara yang dapat menganalisa dunia
ini. Saya percaya dan menantikan suara kenabian itu di
tengah-tengah dunia yang sedang bergolak ini.

e. Sikap yang realistis (Mat. 10:16).
Sikap ini ialah sikap yang tulus seperti merpati. Di balik sikap
tulus, perlu juga sikap cerdik seperti ular. Seorang pemimpin
rohani senantiasa berada di antara kedua sisi ini. Pada satu
sisi, dia harus cerdik dalam menghadapi situasi dunia yang selalu
berubah, tapi juga harus tulus menyatakan kehadirannya sebagai
hamba Tuhan. Pemimpin harus cerdik agar dengan kecerdikan itu ia
dapat mengerti liku-liku dunia ini, seperti seorang nahkoda kapal
yang mahir mengemudikan kapal di atas laut lepas dengan olah
gerak yang tangkas memasuki pelabuhan secara tepat.

Banyak contoh yang kita temukan dalam hidup sehari-hari. Sering
kali kita diperhadapkan dengan situasi yang berat. Kita dituntut
mengatasinya dengan tetap pada garis rohani yang tulus seperti
merpati, tapi juga harus mengerti dunia yang sedang bergolak
serta memahami keadaan manusia yang belot dan murtad. Menghadapi
situasi yang demikian ruwet, menuntut satu keputusan yang
realistis. Dengan beberapa pokok ini, marilah kita menggumuli
waktu kekinian di Indonesia, supaya kita menjadi pemimpin yang
dapat berdiri pada kekinian tapi juga memikirkan waktu yang akan
datang. Firman Tuhan berkata: "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang,
maka Aku pun bekerja juga" (Yoh. 5:17). Sebagaimana Tuhan masih
bekerja terus, marilah kita bekerja sungguh-sungguh untuk Dia
sampai Tuhan Yesus datang kembali.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Manajemen dan Kepemimpinan Menurut Wahyu Allah
Penulis: DR. P. Octavianus
Penerbit: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, Batu dan
Gandum Mas, Malang 1986
Halaman: 48 -- 55

==================================**==================================
KUTIPAN

Kalau sebagai pemimpin kita tidak peka terhadap kekinian,
pasti kita akan kehilangan banyak kesempatan.

==================================**==================================

Comments

Popular posts from this blog

Guru Palsu

Menutup Tahun 2022